Epistemology: Apa itu mengetahui ?


Oleh: Soedarso*


           Pengetahuan dapat dimaknai sebagai hasil dari tahu. Seseorang disebut tahu jika ia: ingat, percaya dan paham. Jika seseorang ditanya: tahukah anda kenapa pesawat bisa terbang? Maka orang biasanya disebut tahu jika ia mampu menjawabnya, yang berarti ia ingat, percaya dan paham. Jika orang yang ditanya menjawab: ya saya tahu, pesawat bisa terbang karena mesin pesawat tersebut hidup, kalau mati maka pesawat tersebut tidak bisa terbang atau jatuh. Dalam jawaban tersebut terkandung bahwa ia ingat dan mempercayai bahwa mesin pesawat yang hiduplah yang menerbangkan pesawat, tetapi barangkali ia kurang memahami mengapa mesin pesawat yang hidup dapat menerbangkan pesawat.
          Jika diurai dalam pengetahuan seseorang memuat di dalamnya unsur: ingat, percaya dan paham. Sehingga, bisa saja suatu pengetahuan tetapi tidak lengkap unsur-unsurnya. Seperti contoh di atas: seseorang memiliki pengetahuan tentang pesawat terbang, tetapi yang dimilikinya hanya unsur ingat dan percaya, namun kurang memahami mengapa sampai terjadi seperti itu. Sebaliknya mungkin memiliki pengatahuan yang kita ingat, paham, namun kurang mempercayainya misalnya: keringat bercucuran karena jantung berdetak cepat. Kita ingat dan paham, tetapi apakah betul cepatnya detak jantung menyebabkan bercucurannya keringat? Apakah bukan keduanya tidak lebih sama-sama merupakan akibat dari sebuah faktor lain seperti kecemasan, kelelahan, dan sebagainya. Idealnya unsur-unsur: ingat, percaya dan paham harus lengkap jika seseorang dianggap memiliki pengetahuan.
Pengetahuan  dengan demikian bukanlah masalah sederhana meskipun seolah-olah setiap orang dapat memilikinya dengan mudah. Jika mau diteliti lebih lanjut, perlu dicari alat uji yang layak untuk menguji setiap pengetahuan kita. Bukanlah pengetahuan kalau hal itu sekedar penerimaan suatu informasi, apalagi jika informasi itu ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan. Setiap orang “merasa benar” terhadap pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya, tetapi ungkapan Descartes sungguh patut direnungkan: “saya tidak heran kalau kita dapat menemukan pengetahuan yang benar, yang saya herankan kenapa kadang pengetahuan kita dapat salah?”  Descartes berpendapat: “sejauhmana kita dapat benar-benar tahu, merupakan pertanyaan yang akan terjawab setelah kita dapat menentukan: sejauh mana kita berhasil didalam meragukannya!” (Gallagher dalam Hadi, 1994:30)  Descartes dikenal dengan metode meragukan sesuatu sebelum mencapai suatu pengetahuan. Setiap pengetahuan wajib selalu dipertanyakan terlebih dahulu sampai kita menemukan jawaban yang kita tidak dapat mempertanyakannya lagi.

* Sumber: Soedarso dan Heri Santoso, 2007, Filsafat Ilmu dan Etika, Penerbit Pustaka Rasmedia, Yogyakarta; halaman: 5-7.

Komentar

Postingan Populer