Philosophy of Science: Pengetahuan Ilmiah
Oleh: Soedarso*
Kelebihan manusia barangkali adalah kemampuannya untuk memiliki beragam pengetahuan yang tidak dimiliki pada mahluk lain. Untuk saat ini akan dijelaskan dua jenis pengetahuan yang berbeda yakni pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah. Kedua jenis pengetahuan ini sering hadir bercampuraduk dalam kesadaran seseorang; belum lagi ada pengetahuan lain yang masih dipercaya seperti pengetahuan mistis; namun pengetahuan mistis tidak dibahas di sini.
Pemaparan tentang perbedaan pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah akan lebih dijelaskan melalui epistemologi. Epistemologi adalah filsafat tentang pengetahuan. Epistemologi berasal dari kata “episteme” yang berarti mengetahui. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas pengetahuan, kemungkinan-kemungkinan, sumber-sumber dan batas-batasnya. Tindakan mengkaji “pengetahuan” sebagaimana dilakukan dalam epistemologi mungkin cukup awam bagi sebagian orang yang belum terbiasa, atau bagi orang yang baru mengenal filsafat. Umumnya orang menerima begitu saja pengetahuan tanpa perlu mempermasalahkannya.
Pengetahuan biasa atau kadang disebut pengetahuan sehari-hari merupakan pengetahuan-pengetahuan yang berkembang dan menyebar di masyarakat melalui berbagai media informasi, termasuk juga pengetahuan yang sifatnya lisan yang dipercaya informasinya dari mulut ke mulut. Pengetahuan biasa memiliki beberapa kelemahan berikut ini:
1. Pengetahuan bersifat kebiasaan semata, satu masyarakat dengan lainnya tidak sama.
2. Pengetahuan bersifat samar, tidak jelas, tidak mendalam dan dapat bersifat multitafsir antar satu pihak/masyarakat dengan lainnya.
3. Kebanyakan merupakan kepercayaan yang belum pernah diuji kebenarannya.
4. Penjelasannya masih kurang serta tidak argumentatif, tidak memperhatikan spesifikasi dan pertimbangan-pertimbangan faktor kondisional (Titus, dkk, 1984:189-190).
Sains (ilmu pengetahuan) kemudian melanjutkan usaha untuk menjernihkan pengetahuan biasa , membahasnya lebih jauh sampai akhirnya berbeda sama sekali dengan pengetahuan biasa. Perbedaannya karena sains mengkaji suatu pengetahuan secara mendalam dan sistematis, termasuk di dalamnya membahas asal usul, batas-batas dan sumber-sumber pengetahuan. Hasil dari proses pendalaman pengetahuan oleh sains tersebut disebut Pengetahuan Ilmiah.
Sebelum sampai pada pengetahuan ilmiah, terlebih dahulu diperjelas apa yang ingin diketahui, baru kemudian ditetapkanlah objek sasarannya. Objek sasaran meliputi aspek material dan formal. Sains menetapkan materi yang akan ditelaah serta sudut pandang khusus terhadap materi tersebut. Sains mengkaji problem-problem yang telah diketahui dan yang ingin diketahui yang tidak terselesaikan dalam pengetahuan biasa. Objek telaah sains mencakup kejadian-kejadian dan seluruh aspek kehidupan yang dapat di uji dalam pengalaman manusia.
Setiap sains menghasilkan suatu pengetahuan, akan tetapi tidak setiap pengetahuan merupakan hasil dari suatu sains. Sains sebagai suatu kompleksitas pengetahuan memiliki ciri khas sebagai berikut:
a. Berobjek. Objek sains dapat dibedakan: objek material dan objek formal. Objek material adalah hal spesifik yang dijadikan bahan penelitian, bisa berupa: benda mati atau bagian-bagiannya, mahluk hidup atau bagian-bagiannya, masalah simbol-simbol, masalah-masalah yang abstrak (nilai-nilai: keadilan, keindahan, kebaikan), dan lain-lain. Objek formal adalah sudut pandang atau kerangka pemikiran tertentu terhadap objek material. Banyaknya spesialisasi atau pembidangan atau ragam disiplin dalam sains. Suatu disiplin sains, terkadang memiliki objek material yang sama namun dengan objek formal yang berbeda, sebagai contoh: fisika dan kimia sama-sama objek materialnya fisik, sudut pandangnya yang berbeda; antara kedokteran dan psikologi sama-sama objek materialnya kesehatan manusia, tetapi objek formalnya berbeda; antara anatomi dan fisiologi sama-sama mempelajari struktur organ mahluk hidup, berbeda dalam fokus sudut pandang; antara ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi dan ilmu politik objek materialnya sama yakni aktivitas manusia, tetapi objek formal atau sudut pandangnya berbeda; dan seterusnya.
b. Bersistematika. Sains adalah suatu pengetahuan yang sistematik mengenai satu atau banyak hal. Sistematik artinya memiliki suatu alur pikir dan titik pijak penelaahan yang runtut, tidak kontradiksi internal maupun eksternal. Juga diuraikan secara lengkap terperinci sebagai suatu pengetahuan yang bulat. Terjadi perbaikan dan penyempurnaan pengetahuan secara terus menerus. Pengetahuan yang berikutnya biasanya melengkapi dan menyempurnakan dari pengetahuan sebelumnya, serta selalu membuka peluang bagi pengetahuan selanjutnya.
c. Universal. Sains keberlakuannya tidak dibatasi hanya milik pihak tertentu. Sains adalah milik semua, dan kebenaran yang dikandungnya berlaku kapanpun di manapun asalkan syarat-syarat yang termuat di dalamnya terpenuhi.
d. Objektif. Arti objektif dalam hal ini bukan berarti telah sepenuhnya sampai kepada objek, melainkan kesamaan di antara subjek-subjek (orang-orang) yang kompeten dalam bidang yang bersangkutan. Diusahakan sesedikit mungkin unsur-unsur subjektif (pribadi perorangan), tetapi bukan berarti hilangnya subjektif sepenuhnya, karena tetap ada unsur subjektif peneliti seandainya pun misalnya penelitian tersebut dilakukan melalui komputer atau pun menggunakan robot. Objektif lebih diartikan sebagai inter-subjektif. Subjektif yang dihindari adalah subjektif dalam pengertian hanya seseorang saja yang memperoleh pengetahuan, sementara banyak orang atau subjek-subjek yang lain yang juga kompeten tidak mampu menemukan pengetahuan dimaksud.
e. Verifiabilitas. Sains dapat diuji kebenarannya. Pengetahuan-pengetahuan yang terdapat dalam sains telah melalui serangkaian pengujian yang membenarkannya dan akan selalu terbuka terhadap pengujian-pengujian lain yang bahkan bisa menggugurkannya. Kebenaran ilmiah adalah selama telah diuji kebenarannya melalui cara-cara pengujian yang telah ditetapkan.
f. Falsifiabilitas. Pengetahuan ilmiah adalah juga pengetahuan yang dapat diragukan kebenarannya. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah tidak pernah mutlak, karena pemahaman manusia akan suatu objek senantiasa mengalami perkembangan. Menurut Karl Popper, justru dari kesalahan-kesalahan maka pengetahuan ilmiah akan selalu memperbaiki diri dan dapat terus menjadi berkembang. Pengetahuan ilmiah bukan doktrin mati, melainkan pengetahuan yang progressif.
g. Komunalitas. Sains adalah hasil penelitian sekelompok ilmuwan, sehingga meskipun hasilnya untuk seluruh manusia dan alam, tetapi tetap yang paling tahu akan maksud dan isi pengetahuan sains, yang lebih mampu memahami tingkat kebenaran atau kesalahan, hanyalah sekelompok ilmuwan yang ahli dalam bidang tersebut. Cabang-cabang sains yang berjumlah sangat banyak menyebabkan tidak seorang pun Ilmuwan (saintis) bisa mengetahui semua bidang; seorang ilmuwan terkelompok dalam spesialis-spesialis ilmu atau sains tertentu. Otoritas sains ada pada sekelompok ahli dalam bidang tertentu, dan kelompok bidang lain tidak memiliki wewenang apalagi orang biasa yang tidak tahu menahu akan spesialisasi keilmuan beserta perkembangan-perkembangan yang terus berlangsung di dalam dunia ilmiah.
Ciri-ciri sains ada pada suatu pengetahuan yang tergolong dalam kategori pengetahuan ilmiah. Seandainya ciri-ciri tersebut tidak ada atau kurang lengkap, maka pengetahuan tersebut bukan termasuk sains, belum pengetahuan ilmiah. Demikian halnya, jika terbentuk suatu cabang baru di bidang sains (catatan: selalu dimungkinkan lahirnya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang baru), maka syarat-syarat ciri sains tersebut terpenuhi.
* Sumber: Soedarso & Heri Santoso, 2007, Filsafat Ilmu dan Etika, Penerbit Pustaka Rasmedia, Yogyakarta. Halaman: 49-53.
Komentar
Posting Komentar