Philosophy of Science: Sains (Ilmu) Berdasarkan Asumsi


Oleh: Soedarso*

Pada awalnya pengetahuan diandaikan telah sampai kepada objeknya 100% tanpa ada intervensi subjek. Jika telah mengetahui suatu objek X misalnya, maka dipandang bahwa memang objek X seperti itu dan bukan karena konstruksi subjektif manusia tentang objek yang bersangkutan (X'). Pandangan Realisme ini dengan sendirinya lemah karena bagaimana dapat diketahui bahwa objek yang kita pahami memang telah betul-betul sama dengan hakikat yang sebetulnya merupakan tangkapan dari pemahaman kita?

Pengetahuan model Realisme tidak bisa dipertahankan karena dengan seindirinya gugur manakala kenyataan menunjukkan pengetahuan tentang suatu objek dapat berubah-ubah, baik tergantung siapa yang mempersepsi atau bahkan bisa suatu pengetahuan tadinya benar kemudian menjadi salah pada pemahaman selanjutnya meskipun objeknya tetap sama.

Pengetahuan dibangun atas sejumlah asumsi terhadap objek telaahnya. Asumsi ini sekaligus menunjukkan bahwa pengetahuan kita tentang suatu objek merupakan suatu konstruksi dari akal pikiran, jadi adanya unsur subjektif. Pengetahuan tidak pernah benar-benar objektif. Arti objektif dalam pengetahuan bukan berarti tidak terdapatnya unsur-unsur subjektif, melainkan kebanyakan subjek memperoleh pengetahuan yang sama tentang objek tersebut , atau kita kenal dengan istilah inter-subjektif. 

Demikian halnya yang terjadi dalam ilmu (sains). Ilmu dibangun di atas dasar asumsi-asumsi tertentu; atau kadang disebut dengan aksioma. Asumsi-asumsi yang menjadi dasar  ilmu  dapat dibedakan menjadi: asumsi umum dan asumsi khusus (Suriasumantri dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2001:48-50). Asumsi umum artinya asumsi yang terdapat dalam setiap cabang ilmu. Asumsi khusus artinya asumsi spesifik sesuai cabang ilmu tertentu seperti: ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, dan ilmu abstrak. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Asumsi umum:

Asumsi-asumsi umum dari  ilmu adalah anggapan-anggapan yang merupakan dasar dan titik tolak bagi kegiatan semua cabang ilmu. Ilmu (sains) mendasarkan pada beberapa asumsi  sebelum memperoleh pengetahuannya. Beberapa asumsi tersebut adalah:

    1. Dunia itu “ada”, dan manusia dapat memahaminya:

Yang dimaksud dunia “ada” dalam pandangan ilmu  adalah ada secara empiris, yakni sejauh dapat dikenali melalui pengalaman manusia. Ilmu secara a priori menerima adanya dunia empiris dan sekaligus melanjutkan pertanyaan: bagaimana dunia empiris alam, sosial, dan abstrak / simbolis itu tersusun? Dari sinilah melahirkan ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan ilmu abstrak / simbolis.

    1. Dunia (empiris) dapat diketahui manusia melalui panca inderanya. Alat-alat tertentu bersifat membantu panca indera. Ilmu disandarkan pada kemampuan inderawi manusia beserta alat-alat ekstensinya.
    2. Antar fenomena-fenomena di dunia (empiris) saling berhubungan satu sama lain secara kausal (sebab-akibat), sesuatu disebabkan oleh yang lain dan atau menyebabkan yang lain. Oleh karena fenomena-fenomena berhubungan secara kausal, maka ilmu berusaha mencari atau menemukan sistem, struktur, organisasi, pola-pola, atau hukum-hukum dibalik fenomena-fenomena tersebut  menggunakan metode ilmiah.
  1. Asumsi-asumsi khusus:

     1.Asumsi dalam ilmu pengetahuan alam:

a. Menganggap objek-objek tertentu memiliki kesamaan satu sama lain dalam hal bentuk, sifat dan struktur, sehingga ilmu alam tidak berbicara mengenai kasus individual melainkan suatu kelas tertentu.

b. Menganggap suatu benda tidak mengalami perubahan kecuali dengan jangka waktu yang tertentukan, hal ini untuk memungkinkan melakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang diteliti.

c. Menganggap setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala memiliki pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama yang dapat dipelajari.

             2.Asumsi dalam ilmu sosial:

a.  Fakta sosial berbeda dengan fakta-fakta alam yang lain.

b. Fakta-fakta sosial bersifat unik dan spesifik, fakta-fakta yang satu tidak identik dengan fakta-fakta yang lain meskipun bisa terjadi terdapat kemiripan.

c. Pendekatan terhadap objek dalam penelitian sosial memerlukan ketajaman analisis dan kemampuan integratif ilmuwan untuk memahami objek permasalahan yang ditelitinya.

Keterangan khusus: terdapat pula pandangan lain dalam sebagian ilmuwan sosial yang menghendaki penerapan metode ilmu pengetahuan alam ke dalam ilmu sosial, dengan demikian maka asumsinyapun mengikuti ilmu pengetahuan alam.

   3.Asumsi dalam ilmu abstrak atau simbolis:

a. Objek ilmu bersifat abstrak, berada dalam pikiran subjek manusia.

b. Objek ilmu bersifat tidak kasat mata, meskipun pembuktian dan analognya mempergunakan alat-alat inderawi.

c. Objek ilmu bersifat tidak terikat  ruang dan waktu.

            Berdasarkan berbagai asumsi terhadap objek telaah tersebut barulah ilmu (sains) melanjutkan pengamatannya untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan ilmiah. Asumsi-asumsi terhadap objek telaah mendasari penelitian-penelitian sesuai bidang ilmu pengetahuan, sekaligus menunjukkan bahwa sejauh ini hal itulah yang merupakan dasar ontologi dan sekaligus titik pijak bagi pengembangan epistemologisnya. Seandainya diketemukan hal-hal baru bisa saja asumsi-asumsi tersebut berubah sesuai perkembangan.


* Sumber: Soedarso & Heri Santoso, 2007, Filsafat Ilmu dan Etika, Penerbit Pustaka Rasmedia, Yogykarta. Halaman: 44-47.

 

Komentar

Postingan Populer