Ethics: Etika Akademik dan Profesi
Etika akademik adalah integrasi bekerjanya etika untuk kepentingan-kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. Etika akademik menekankan pada faktor-faktor dan proses perkembangan ilmu dan teknologi misalnya hal-hal apa yang akan menunjang atau sebaliknya dapat menghambat pengembangan iptek, atau misalnya bagaimana sebaiknya sebuah birokrasi pendidikan itu berlangsung (Mahfud MD, 1999).
Etika akademik mengarahkan pada hal-hal yang seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan, berkaitan dengan akademik, maka etika menggariskan perlunya menjaga prinsip-prinsip etika seraya menghindari pelanggaran-pelanggaran terhadapnya. Pelanggaran-pelanggaran terhadap etika akademik (Pratikto, 2001) contohnya:
a. Berkaitan dengan sikap dan perbuatan: 1) Berbohong: tidak menyatakan yang sesungguhnya, tidak meluruskan kekeliruan. 2) Kecurangan sengaja: demi tujuan tercapai menyampaikan informasi tanpa dasar ilmiah. 3) Menggunakan data orang lain atau klien: harusnya dicantumkan sumber data. 4) Mengurangi informasi: membuang atau menahan informasi tertentu. 5) Tidak memberikan informasi: terutama yang sangat dibutuhkan oleh public.
b. Berkaitan dengan data: 1) Trimming / smoothing: menghalus-haluskan data. 2) Cooking: mengepas-paskan data dengan teori. 3) Forging / fabrication: seolah-olah telah melakukan percobaan padahal belum.
c. Berkaitan dengan publikasi: 1) Plagiat: menggunakan / mengutip karya orang lain tanpa ijin. 2) Referencing: tanpa mencantumkan referensi (kecuali rumus yang sudah sangat umum diperbolehkan). 3) Authorship / kontribusi: tidak ikut mengerjakan tetapi masuk dalam nama kelompok yang mengerjakan
Pemanfaatan gagasan atau karya tulis seseorang di dalam hukum diatur dalam “hak milik intelektual”. Hak milik intelektual meliputi: Hak Milik dan Hak Cipta. Hak Milik terdiri atas: hak paten dan hak merek. Hak Cipta (copy right) adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan maupun ijin tentangnya sesuai undang-undang yang berlaku.
Berkaitan dengan etika akademik, lembaga perguruan tinggi sangat penting peranannya, khususnya dari sisi birokrasi akademiknya. Birokrasi akademik pada perguruan tinggi pada hakikatnya adalah kegiatan pengaturan dan pelayanan bagi terselenggaranya pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mendorong, mengembangkan dan memantapkan kebebasan ilmiah. Kebebasan ilmiah adalah kebebasan untuk dapat memberi jaminan bagi warga civitas akademik perguruan tinggi untuk menghasilkan temuan-temuan ilmiah yang berguna bagi ilmu pengetahuan dan teknologi maupun masyarakat (Mahfud MD, 1999).
Etika Profesi
Ragam spesialisasi keahlian dalam berbagai bidang ilmu dan teknologi mengakibatkan setiap orang berada dalam berbagai profesi, seperti: dokter (dengan segala spesialisasinya), insinyur (dengan segala bidang keahliannya), ilmuwan (dengan segala ragam keilmuannya), guru, politikus, pegawai pemerintah; bahkan: pedagang, tukang kebun, sopir, cleaning service dan lain-lain. Dengan profesinya masing-masing orang mengabdikan kemampuannya untuk orang lain, dan untuk memperoleh imbalan dari tindakannya itu. Jadi, antar setiap orang berada dalam keadaan barter (tukar menukar) keahlian. Inilah suatu bentuk kehidupan masyarakat agar setiap orang dapat saling hidup didalamnya.
Bagaimana dengan berbagai pekerjaan yang bertentangan dengan etika seperti: perampok, pembunuh, pengemis, pengamen, pencuri, koruptor, penjiplak, penjarah, penipu; apakah layak dikatakan profesi? Jawabnya: tidak. Hakikat profesi adalah membantu orang lain, terjadi keadaan yang saling menguntungkan. Pada penganggur, perampok, penjarah, pembunuh dan lain-lain tersebut, orang yang bersangkutan hanya menguntungkan dirinya sendiri tetapi merugikan orang lain; tindakan tersebut termasuk sebagai musuh bagi masyarakat. Termasuk dalam hal ini sebenarnya orang yang telah berprofesi tetapi selalu merugikan orang lain pada hakikatnya tidak layak disebut memiliki profesi, atau dengan kata lain tidak profesional. Sebuah profesi harus didukung dengan profesionalitas.
Banyaknya profesi muncul karena banyaknya keperluan masyarakat akan bidang-bidang tertentu, semakin modern sebuah masyarakat akan semakin kompleks dan beragam profesi yang ada di dalamnya. Masyarakat mempercayakan kepada orang-orang sesuai profesi untuk membantu keperluan-keperluannya, misalnya: orang sakit mempercayakan pada dokter, pemenuhan barang memerlukan pedagang, meningkatkan pemahaman ilmu belajar pada ilmuwan, mengahadapi masalah ketidakadilan memerlukan ahli hukum, perbaikan mesin dan transportasi memerlukan insinyur, dan seterusnya.
Pelanggaran-pelanggaran dalam masyarakat, adanya disharmoni dalam masyarakat, hal itu tidak lain dikarenakan adanya pelanggaran profesi. Pelanggaran profesi berarti penyimpangan terhadap etika profesi. Pelanggaran profesi berarti pengingkaran terhadap hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam suatu profesi. Sebaliknya jika dalam suatu masyarakat individu-individu didalamnya memegang teguh etika profesi masing-masing, maka kehidupan masyarakat tersebut akan harmonis, saling menguntungkan, dan saling membahagiakan.
Permasalahannya, bagaimana menyadarkan serta mewujudkan individu-individu yang memegang teguh etika profesi? Sikap professional adalah sikap yang mengedepankan keahlian beserta sejumlah hak dan kewajiban yang melekat didalamnya. Pertanyaan yang juga dapat muncul: siapakah yang menetapkan hak-hak dan kewajiban itu? Bagaimanakah ukuran untuk membuatnya? Itulah beberapa problem etika profesi yang jawaban-jawabannya senantiasa berkembang.
Etika profesi senantiasa berkembang seiring perkembangan masyarakat. Permasalahan-permasalahan masa kini biasanya tidak terjadi di masa lampau, seterusnya permasalahan masa depan juga akan berlainan dengan masa kini. Seiring perkembangan tersebut terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam etika profesi (Koehn, 2000:213-222) sebagai bertikut:
a. Perlunya menjaga kepercayaan klien khususnya, dan publik pada umumnya. Jangan sampai merusak kepercayaan yang telah diberikan klien/publik kepada kita dengan cara tindakan gegabah atau bahkan melakukan kecurangan-kecurangan.
b. Peningkatan pengetahuan mutakhir terkait profesi kita agar dapat melakukan kewajiban dan menerima hak, tanpa mengandung resiko baik terhadap klien maupun resiko luas yang tidak diinginkan. Orang diluar profesi cenderung tidak memahami permasalahan, yang paling memahami adalah orang-orang sesuai profesi terkait.
c. Imbalan dan keuntungan yang besar bukan satu-satunya tujuan profesi, bahkan dapat merusak citra profesi apalagi jika imbalan tersebut tidak wajar dan merugikan banyak pihak yang lain.
d. Setia pada janji atau sumpah profesi. Uberrima fides (kesetiaan diatas segalanya). Setiap bidang biasanya terdapat organisasi profesi yang menetapkan acuan pelaksanaan dan kriteria-kriteria profesionalitas. Acuan-acuan dan kriteria dengan maksud menjaga kesadaran etik dari masing-masing anggota profesi.
e. Terbuka terhadap kritik dan perbaikan, serta mengakui jika berbuat kesalahan, selanjutnya mempertanggungjawabkannya baik secara moral ataupun hukum.
Ditinggalkannya etika profesi akan berdampak pada profesi itu sendiri yang dipandang rendah atau tidak berharga lagi di mata masyarakat. Etika profesi melandasi bagaimana profesi dijalankan agar tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan membahagiakan.
*****
*Sumber tulisan diambil dari buku: Soedarso & Heri Santoso, 2007, Filsafat Ilmu dan Etika, Penerbit Pustaka Rasmedia, Yogyakarta. Halaman: 93-100.
Komentar
Posting Komentar